12.18.2013

Tertinggal

Alona berjalan di bawah rinai hujan. Ia rindu bertemu dengan banyak orang. Tertawa atau sekedar duduk bersebelahan tanpa bicara. Ia rindu.

Konyolnya, ia terlalu takut menghadapi dunia. Dunia begitu cepat di luar sana sedang ia merasa begitu lambat. Begitu tertinggal. Pandangannya kabur seperti kaca jendela terkena hujan. Bagai siput, ia ingin tetap di rumah saja, atau setidaknya membawa rumahnya ke mana-mana. Tenang di dalamnya.

Tapi Alona bukan siput, bukan pula kura-kura. Ia tidak ingin seperti itu walaupun ia setuju, tampaknya membawa rumahnya kemana-mana merupakan ide brilian untuk makhluk yang bergerak lambat. Jika mereka terlambat sampai tujuan, mereka dapat istirahat di mana saja. Alona tersenyum karena memikirkan ide itu. Tuhan memang adil, lirihnya dalam hati.

Tidak ingin ia berdiam. Ia ingin tetap melangkah meski lambat. Melanglang buana mengelilingi dunia. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah di dunia. Tapi, mungkinkah? tanyanya. Ragu.

Aah, penyu yang lambat itu pun Tuhan takdirkan mengelilingi samudra. Ia hanya perlu menemukan lingkungan yang dapat memaksimalkannya pada kecepatan tertinggi, seperti pinguin yang lambat di daratan namun meluncur laksana torpedo di perairan..

Tuhan, tolonglah, pintanya.. Lirih.