3.04.2016

Inside Out [Movie]

Seperti janji saya di postingan sebelumnya, kali ini saya mau me-review salah satu film favorit saya, Inside Out. Siapa yang belum nonton? Sini, sini, merapat.. ^^

(sumber gambar: www.playbuzz.com)


FYI, Inside Out adalah film animasi produksi tahun 2015 yang menceritakan tentang kondisi psikologis dari seorang anak berumur 11 tahun bernama Riley Anderson. Dalam film ini, digambarkan bahwa dalam diri setiap orang, ada 5 emosi utama yang mengendalikan papan kendali emosi (baca: berperan penting dalam pembentukan karakter seseorang). Kelima emosi tersebut adalah Joy yang riang gembira, Sadness yang sensitif dan melankolis, Anger yang pemarah dan meledak-ledak, Fear yang penakut, dan Disguest yang mudah jijik. Bisa dilihat di gambar atas yaa..

Nah, kelima emosi ini memiliki peran penting masing-masing dalam melindungi seseorang. Misalnya, Joy si kuning berperan dalam mengatasi kesedihan, Anger si merah berperan dalam membela diri dari ketidakadilan, Fear si ungu berperan dalam melindungi dari bahaya, dan Disgust si hijau berperan dalam melindungi dari racun fisik dan sosial. Hanya Sadness si biru yang kurang diketahui peran pentingnya dan kerapkali dianggap kurang baik. Setidaknya sampai akhir film. Kalau kata orang-orang jaman sekarang tuh, itu karena si Sadness ini suka baper alias bawa perasaan. eaak..

Sebagai emosi yang bertolak belakangan dengan Joy, Sadness sering dipinggirkan. Maklum saja, soalnya Joy adalah emosi dominan dimiliki oleh Riley (dan mayoritas anak-anak kecil lain) yang penuh keceriaan. Riley suka bermain hoki, melakukan hal-hal konyol, banyak teman, jujur, dan berhubungan baik dengan keluarga (ayah dan ibunya). Ini digambarkan dengan Pulau-Pulau Kepribadian Riley (Pulau Kekonyolan, Pulau Hoki, Pulau Persahabatan, Pulau Kejujuran, dan Pulau Kekeluargaan. Kesemua pulau itu didominasi oleh bola memori berwarna kuning, dengan kata lain, Joy dominan.

Tujuan Joy menjauhkan Sadness dari konsol (papan kendali) emosi sebenarnya baik, yaitu agar Sadness tidak mengganggu ingatan Riley, agar kenangan masa kecil Riley selalu indah dan ceria. Tapi suatu ketika, saat Riley harus ikut ayah ibunya pindah dari Minnesota ke San Francisco karena pekerjaan baru ayahnya, ia tidak dapat mengendalikan emosi kesedihan karena segala sesuatu tidak sesuai harapannya. Ia ingin kembali ke kehidupan lamanya. Akibatnya, di dalam dunia pikiran Riley, Sadness tidak dapat menahan dirinya dari menyentuh papan konsol dan menyentuh memori inti, yang berarti menciptakan kenangan sedih bagi Riley.

Dengan Joy yang selalu ingin mengendalikan keadaan, terjadilah konflik (di batin Riley) yang ujung-ujungnya membuat Joy dan Sadness terlempar jauh dari markas kendali, bersama beberapa bola kenangan inti. Dimulailah petualangan duo emosi yang terkesan bertentangan ini dalam labirin pikiran dan kenangan Riley. Di perjalanan, mereka berdua tak sengaja bertemu dengan Bong-Bong, teman imajinasi masa kecil Riley. Petualangan semakin seru dengan ide-ide gila Bong-Bong. Sementara itu, Anger, Fear, dan Disgust berusaha menggantikan Joy. Tapi bukannya membaik, mereka malah tanpa sengaja menghancurkan Pulau-Pulau Kepribadian Riley satu per satu.

Keadaan genting semakin buruk saat Riley memutuskan kembali ke Minnesota sendirian tanpa memberi tahu kedua orang tuanya, alias minggat. Agar semuanya berjalan lancar, Joy  memutuskan untuk meninggalkan Sadness yang ia anggap memberatkan. Alih-alih membuat segala sesuatunya membaik, keputusan Joy tersebut justru membuat keadaan memburuk. Ia terjatuh ke tempat pembuangan memori dan pulau kepribadian yang tersisa ikut runtuh. Di tempat pembuangan memori itu lah, Joy baru menyadari peran penting Sadness waktu melihat salah satu bola memori yang dipegangnya.



Menyadari hal ini, Joy lalu berupaya keras agar bisa keluar dari tempat pembuangan memori dengan bantuan Bong-Bong. Tapi Bong-Bong malah... :'
*waktu nonton bagian ini saya nangis, ihiks

Supaya tidak bikin basi-basi amat (spoiler), sebaiknya teman-teman nonton sendiri kelanjutan ceritanya, ya. Yang pasti menurut saya film ini bagus sekali, terutama karena mengingatkan kepada kita bahwa kesedihan itu tidak melulu hal yang buruk. Kesedihan kadang bisa mendorong seseorang untuk dewasa. Jadi jangan "kebiasaan" mudah sekali mencap orang lain baper hanya karena kita tidak mengalami sendiri, sebab bisa jadi kesedihan yang dialami orang lain itu adalah pendewasaan yang sedang dilakukannya. Tumbuhkan empati, dan sebaiknya kita mulai belajar untuk tidak terlalu cepat menghakimi orang lain.

Emm, menurut saya film ini well-recommended buat dewasa maupun anak-anak. Dengan grafis yang apik, jalan cerita yang berisi, dan analogi yang baik, plus pengisi suara yang menjiwai, film ini pantas menyabet berbagai penghargaan. Animasinya yang cantik pasti menghibur dan nuansa film keluarga cukup aman untuk anak-anak. Cuma, karena materinya berat (psikologi bok!) jadi menurut saya lebih cocok ditonton oleh orang dewasa, terutama orang tua. Film ini secara tidak langsung mengedukasi kita dalam memahami perasaan orang lain maupun diri sendiri.

Jadi buat teman-teman pembaca yang suka nonton film animasi, film edukatif (psikologi), atau film petualangan, film ini bisa lho, ditonton bersama keluarga. Akhir kata, selamat menonton ya!