1.11.2016

Jalan-Jalan ke Jembatan Tayan

Pernah dengar lelucon "Jalan Baru"-nya Arie Kriting SUCI3 nggak? Kalau pernah, dan menganggap itu konyol, mungkin cerita jalan-jalan saya kali ini juga akan membuat teman-teman tersenyum. :D



Hari Ahad kemarin, saya diajak Kakak, Bang Pari, dan Isna jalan-jalan. Ketiganya memang berniat membawa saya jalan-jalan ke tempat baru yang belum pernah kami semua kunjungi. Mungkin karena kasihan dengan saya yang belakangan memang kurang piknik, secara harfiah. Libur panjang akhir tahun lalu saya memang tidak jadi ikut rencana jalan-jalan ke pantai karena menjaga Mama' yang tipes waktu itu. Mama' sih berkata beliau tidak apa-apa dan menyuruh saya ikut pergi liburan, tapi saya nya yang tidak tenang. Pas pula Kanda sedang keluar kota waktu itu. Yah namanya juga berencana, masalah jadi atau tidaknya kan Allah yang mengatur, ya. Tapi mendengar cerita Kakak tentang kondisi jalan ke pantai (yang belum pernah saya kunjungi itu) cukup berat, saya tidak terlalu menyesal tidak jadi ikut. Cuma ya, itu, mungkin karena saya terlihat bosan, jadi semuanya mengajak saya jalan-jalan barang sehari. Pas izin ke Kanda, dibolehkan. Yey! Jadi deh jalan-jalan..

Sebenarnya tujuan jalan-jalan kali ini agak lucu, aneh, dan kedengaran "nggak banget" untuk kebanyakan orang. Ya iyalah, ngapain ke jembatan, coba? Hihihi. Bahkan sampai ke tempat tujuan, kami berempat masih tertawa-tawa karena kelakuan kami. Eh tapi kami tidak menyesal kok. Kapan lagi kan, bisa jalan kaki di tengah jembatan yang konon menjadi jembatan terpanjang di Kalimantan dan nomor dua terpanjang di Indonesia setelah Jembatan Suramadu. Mumpung belum diresmikan, piknik kita! xD

FYI. Jembatan Tayan terletak di atas Sungai Kapuas, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Jembatan ini merupakan bagian dari Jalan Trans Kalimantan poros selatan yang menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah. Jembatan ini terbagi menjadi 2 bentangan. Bentangan pertama adalah dari Arah Kota Tayan ke Pulau Tayan (sekitar 300 meter) dan bentangan kedua menghubungkan Pulau Tayan ke Desa Piasak (sepanjang 1.140 meter). Secara keseluruhan, panjang jembatan ini mencapai 1.440 meter dengan lebar kurang lebih 11 meter (cukup 3 jalur kendaraan), dan tinggi dari muka air saat banjir tertinggi sekitar 13 meter. [sumber: wikipedia]

Kami turun dari rumah sekitar pukul 10 pagi menjelang siang. Sementara Kakak dan Bang Pari membeli nasi bungkus, Saya dan Isna mengisi bensin dan beli cemilan dan minuman. Perjalanan pun dimulai dengan beriringan motor.

Untuk sampai ke Tayan, kami harus menempuh kurang lebih 110 km dari Kota Pontianak. Dengan menggunakan sepeda motor, waktu tempuh sekitar 2 jam pergi dan 2 jam pulang, dengan kecepatan rata-rata 60-70 km/jam dan berhenti beberapa kali. Jadi total sekitar 4 jam-an. Lumayan bikin sakit bokong, hehe. Untungnya sepanjang perjalanan jalan sudah relatif mulus dan pemandangan cukup menyenangkan: banyak belokan dan kelokan sekaligus naik dan turun bukit. Untuk orang-orang yang biasa menempuh jalan yang relatif datar (seperti daerah pantura Kalbar), jalan seperti ini menarik sekaligus menantang. Apalagi di pinggir jalan masih didominasi permukiman khas perdesaan dan vegetasi. Saya suka, daripada kebanyakan lihat ruko dan supermarket jamuran kan. Mata terhibur bikin lupa bokong yang sakit.. :p


Oh ya, fasilitas SPBU juga sudah tersedia di beberapa titik di jalan trans-Kalimantan ini. Lumayan bisa untuk istirahat kalau kelelahan di jalan. Yang muslim juga bisa sholat di masjid di pinggir jalan.

Sekitar pukul 12 siang, kami pun tiba di tujuan. Ternyata bukan hanya kami yang tertarik jalan-jalan ke Jembatan Tayan. Di sana ramaaai sekali. Pantas saja sepanjang jalan kami sering dilewati rombongan motor dan juga mobil. Benar-benar deh, ingat leluconnya Arie Kriting. Kali ini kami menjadi bagian dari lelucon itu, dan rasanya lucu dan aneh. xD

Setelah memarkirkan motor di halaman salah satu kantin sederhana yang sepertinya milik masyarakat setempat, kami berempat numpang makan di sebuah bangunan setengah jadi. Bangunan itu sudah jadi bagian atap dan lantainya, tapi belum berdinding. Dari ketinggian langit-langit bangunan dan banyaknya tingkatan, kami perkirakan rumah tersebut adalah bakal rumah burung walet. Tidak tahu juga sih, hanya perkiraan. Beberapa keluarga wisatawan domestik lain juga numpang berteduh dari sengatan matahari siang yang garang.

Usai makan siang, ngemil, dan istirahat sebentar untuk menurunkan makanan di saluran pencernaan, kami mengemaskan akibat keberadaan kami. Sesampahan dikumpulkan dan dibungkus untuk dibuang ke tempat sampah terdekat. Tak lupa foto-foto sebentar di depan bangunan buat kenang-kenangan, kemudian kami mulai berjalan kaki ke jembatan besar yang ada di depan mata. Uwih, ramaiii..

Sebagai orang yang kurang menyukai keramaian, saya berjalan pelan-pelan saja dengan antusias tertahan. Untuk pemanasan, kakak mengajak selfie di pinggir sungai dengan jembatan sebagai latarnya. Ada sapi di dekat kami jadi jalan harus hati-hati supaya tidak terinjak "ranjau darat". hehe. Di dekat bawah jembatan bentangan kedua (rupanya kami sudah di Pulau Tayan, baru sadar), terlihat beberapa buah perahu bermesin yang tertambat di pinggir sungai. Dengan perahu tambang tersebut, kita bisa minta dibawa berkeliling Pulau Tayan.

Penambang perahu di Pulau Tayan

Tapi karena tujuan awal kami adalah jalan-jalan di jembatannya dulu, naik perahu adalah urusan belakangan. Kami lalu ke jembatan via tangga yang tersedia di kiri-kanan jembatan. Kegiatan foto-foto dilanjutkan sepanjang jembatan. Hampir beberapa meter sekali kami selfie. Susah sih dapat foto yang bagus karena ramai, tapi kami menikmatinya. Apalagi ditambah angin sepoi-sepoi dari sungai. Asyik..


Langit yang di sepanjang jalan terlihat dihiasi awan-awan hitam yang menggantung, mulai menurunkan rintik hujan. Hujan datang dari Kota Tayan ke Desa Piasak. Banyak orang berbalik arah ke Pulau Tayan, mengejar hujan, sementara kami tetap berjalan ke ujung lain jembatan (arah Desa Piasak), menjauhi hujan. Yah sebenarnya sih bukan juga sengaja menjauhi, cuma kan sayang saja kalau sudah jauh-jauh dari Pontianak tapi tidak sampai ujung jembatan.

Sampai di ujung jembatan, perut lumayan terasa kencang. Rupanya lumayan jauh juga kami berjalan. Untung sudah makan siang, hehe. Di ujung jembatan, ternyata tidak ada apa-apa. Berbeda dengan bentangan jembatan di Pulau Tayan yang penuh manusia dan tenda berjualan, ujung yang kami tuju tersebut sepi krik~krik.

Hujan mulai deras. Bang Pari sempat turun ke bawah jembatan untuk berteduh, tapi berhubung saya takut ketinggian, Isna dan Kakak tidak jadi ikut Bang Pari karena prihatin dengan saya yang phobia ketinggian. Bang Pari kembali naik setelah diingatkan kalau saya tidak bisa ikut turun. Kami berempat pun berjalan kaki santai kembali ke titik awal di bawah rintik hujan yang cukup deras. Berasa jadi model video klip, nyiahaha. Sayang tidak bisa didokumentasikan karena segala barang elektronik semacam hp dan kamera saku sudah dibungkus dalam kantong plastik dan dimasukkan ke dalam tas saat hujan mulai deras.

Sebenarnya dalam hati saya girang bukan kepalang lho, soalnya sudah lama saya pengen main hujan seperti kemarin. Satu lagi keinginan sederhana saya tercapai. Alhamdulillah..

Kolong jembatan dan tenda-tenda jualan sudah penuh sesak oleh orang-orang yang berteduh. Terlanjur basah, kami berempat jalan terus dengan santai, mencari-cari tempat yang lebih lengang. Kami numpang berteduh sebentar di halaman salah satu warga setempat. Sempat peras-peras jaket yang basah dan minum sedikit air bekal, kami kembali ke bangunan setengah jadi yang tadi kami singgahi. Keluarga yang tadi berteduh masih ada di bangunan itu, tapi masih banyak tempat tersedia untuk kami. Semoga pemiliknya yang sudah memperbolehkan kami menumpang di terik panas dan deras hujan dapat keberkahan, aamiin.

Segera setelah hujan reda, Bang Pari ke bawah jembatan untuk menanyakan biaya naik perahu keliling pulau kepada penambang perahu, mengkonfirmasi info yang kami dapatkan sebelumnya. Eh ternyata Bang Pari dapat yang lebih murah, yaitu 15 ribu/orang. Kami berempat langsung semangat naik perahu. Untungnya lagi dapat penambang perahu yang cukup bersahabat. Beberapa kali ia melambatkan perahu agar kami sempat foto-foto. Baterai hp saya sampai habis gara-gara kebanyakan merekam dan memotret. :D

Salah satu sudut Pulau Tayan, perternakan. Unik ya..

Keraton Tayan, kata bapak penambang perahu..

Tiba kembali ke pangkalan perahu tambang, kami membayar kewajiban plus sedikit tip dan ucapan terima kasih karena betah meladeni kami dengan ramah. Setelah itu kami segera ke parkiran motor. Biaya parkir 2ribu/motor.

Hujan sudah reda sepenuhnya dan hari sudah sore. Awalnya kami pengen singgah ke Keraton Tayan tapi karena tidak tahu jalannya, plus khawatir kemalaman di jalanan yang gelap tanpa lampu penerangan jalan, kami memutuskan segera pulang. Kami sempat berhenti sholat dan mengisi bensin. Baju basah karena hujan jadi kering di badan. Kami akhirnya tiba di Pontianak kira-kira 2 setengah jam berikutnya, sekitar pukul 7 malam. Setelah makan bakso hangat dan bebersih, kami semua tertidur dengan nyenyak, kecuali Bang Pari yang masih sempat-sempatnya menyuci baju dulu. Hati saya senang walaupun besoknya badan jadi pegal-pegal. Padahal digonceng tuh, apalagi bawa motor sendiri. Makasih ya Kakak, Bang Pari, dan Isna, yang sudah mengajak saya jalan-jalan jauh. Mama' dan Bapak yang akur di rumah juga, makasih yaa. Makasih spesial teruntuk Kanda yang sudah mengizinkan saya jalan-jalan. Thank God I have them! alhamdulillah..

Kalau teman-teman akhir pekan lalu kemana saja? Dimanapun itu, semoga bersenang-senang seperti kami juga yaa.. ;)