5.05.2015

Tentang Ghibah dan Fitnah

Saya adalah salah satu penikmat tulisan Asma Nadia. Saya ingat betul, pertama kali membaca tulisan mbak Asma Nadia waktu SMA dulu, di sebuah majalah remaja muslim langganan saya. (Saya sebut Mbak bukan karena kenal ya, tapi karena saya merasa suka dengan tulisannya sejak lama). Banyak cerpen-cerpennya yang menggugah hati. Demikian juga novelnya. Saya punya beberapa novel karyanya karena memang suka dengan gaya bahasa dan sudut pandang tulisannya. Terlebih karena namanya unik dan penampilannya yang simpatik sederhana, saya semakin tertarik mengikuti kabar beliau, salah satunya lewat halaman facebooknya. Siapa tahu ada kabar terbaru..

Anak Kucing nan Lucu
Miaw..

Beberapa tahun belakangan ini nama Asma Nadia sebagai penulis wanita memang mulai terangkat, terutama setelah cerita-cerita yang ditulisnya sukses ketika diadaptasi ke layar kaca. Ini kabar yang cukup baik, menurut saya, mengingat selama ini perfilman atau persinetronan Indonesia masih didominasi oleh film-film kurang berkualitas, apalagi yang bernafas Islam. Jadi film-film adaptasi novel islami merupakan sebuah langkah dakwah yang besar, dan berarti juga tantangan yang berat.

Selama ini saya yang hanya pendukung senyap dan mungkin cuma punya selemah-lemah iman dalam dakwah hanya sanggup mendoakan yang terbaik untuk Asma Nadia dan para pejuang dakwah lainnya agar tetap istiqomah, apapun jalannya.

Namun pagi ini, saya merasa miris. Di halamannya, Mbak Asma Nadia membagikan sebuah foto teaser poster film terbaru yang diangkat dari novelnya. Cukup kontroversial, bahkan oleh Mbak Asma Nadia sendiri (dilihat dari keterangan fotonya). Jujur, saya agak kaget dengan tulisannya, dan tentu saja, fotonya. Di foto tersebut terlihat sang aktris dipeluk dari belakang oleh sang aktor. Mesra sekali. Sayangnya, mereka bukan muhrim dan itu cukup mengganggu mata. Pada keterangan fotonya, Mbak Asma Nadia memberikan keterangan yang sebenarnya cukup menjelaskan, bahwa itu adalah foto hasil editan. Jadi sebaiknya jangan bersuudzon, ghibah, apalagi fitnah tentang para artis pendukung film tersebut. Sebagai muslim harus bertabayyun dulu sebelum menghakimi..

FYI
* suudzon = berprasangka buruk kepada orang lain.
** ghibah = membicarakan keburukan orang lain (yang mungkin saja benar) sehingga apabila orang yang dibicarakan tahu, ia akan marah dan yang membicarakan akan malu (karena ngomongin orang).
*** fitnah = membicarakan hal buruk yang keliru tentang orang lain.
**** tabayyun = mengklarifikasi kabar yang diterima kepada pihak yang bersangkutan.

asma nadia tentang foto berpelukan rekayasa
Ini status fp Asma Nadia tanggal 5 Mei 2015.. :/

Ya, sedikit banyak saya setuju dengan pernyataan Mbak Asma Nadia. Bahwa jelas, ghibah dan fitnah, dan suudzon itu sangaat tidak baik. Saya sudah pernah berbagi pengalaman tentang suudzon di sini, tentang fitnah di sini, tentang tabayyun di sini. Saya senang Mbak Asma Nadia mengingatkan para follower fanpage-nya untuk selalu tabayyun, berprasangka baik, dan tidak mudah memfitnah atau menuduh orang lain tidak-tidak. Bahwa perbuatan-perbuatan buruk tersebut adalah dosa. Itu ada di dalam Al Qur'an dan sebagai muslimah saya setuju dengan pernyataannya. Mudah-mudahan bisa selalu ingat ini.. *masih sering lupa*

Saya jadi ingat cerita keledai Nasruddin yang mengajarkan kita bahwa sebaik apapun seorang manusia, tetap saja ada orang yang tidak suka.

Sayangnya, sepertinya Mbak Asma Nadia lupa, bahwa sebenarnya kita sendiri pun gegabah kalau sampai membuka pintu kesempatan untuk orang lain memfitnah kita. Itulah sebabnya Rasulullah menyuruh para muslimah sebisa mungkin keluar bersama mahram, tidak sendirian. Tujuannya, menurut saya yang awam ini, selain untuk keamanan fisik juga untuk mencegah timbulnya fitnah. Nah, kalau sampai para aktor pendukung mengizinkan foto mereka diubah dan direkayasa sedemikian rupa seperti di gambar yang Mbak Asma Nadia sebarkan via fanpage-nya, tentu saja ada konsekuensi di belakangnya. Salah satunya, fitnah.

Kita bebas melakukan apapun, tapi tak pernah bebas dari konsekuensinya ~ saya lupa ini quote dari siapa

Mari berhudznuzon bahwa itu sudah dinegosiasikan dan merupakan win-win solution, walaupun buat saya itu sungguh ter~la~lu. Atau mari berbaik sangka bahwa itu keadaan terpaksa, walaupun saya pikir masih banyak alternatif kreatif lain untuk foto promosi film tersebut. Huhuhu.. Mesra dan romantisme antara suami istri tidak melulu lewat sentuhan kan? Foto dari jauh pun banyak yang kesannya romantisss sekali.

Maksud saya begini, oke yang sudah dewasa pasti memahami perbedaan antara orang sudah menikah dan belum. Yang saya khawatirkan adalah para remaja yang merupakan target pasar film percintaan "islami" ini. Akankah mereka mampu memahami bahwa pelukan itu bukan hal yang wajar untuk yang bukan pasangan sah di dalam islam? (Dalam islam ya, bukan agama lain. Saya tidak akan usil mengomentari aturan agama lain sebagai bentuk toleransi beragama)

Saya juga pernah remaja. Dulu SD saya pikir cium pipi itu wajar antara lelaki dan perempuan, karena sering nonton film hollywood. Untung saya agak punya masalah berinteraksi dengan lawan jenis dan kurang menarik, jadi sampai kuliah tak pernah ada seorangpun anak lelaki yang berani mengajak saya pacaran sehingga saya tidak punya pengalaman pacaran. Entahlah kalau dulu saya kecil-kecil sudah pacaran, mungkin sama saja dengan anak-anak sekarang yang kurang pengetahuan. Waktu SMP Saya baru tahu kalau cium pipi seperti itu adalah budaya bebas, pas cerita-cerita tentang band kesukaan dengan Kakak. Saya bilang saya mau cium pipi anggota band tersebut kalau ketemu, dan Kakak mengatakan kalau "itu ndak boleh, dek!", walaupun alasan waktu itu belum ke arah agama.

Ketika suatu yang baik dicampur dengan suatu yang buruk, yang baik itu menjadi sulit diterima. Ambigu. Analoginya, dakwah yang bercampur dengan keambiguan seperti foto berpelukan palsu itu, ibarat segelas susu dicampur dengan setitik racun. Setitik saja. Mungkin racunnya tidak terlalu kuat sehingga bisa dinetralisir susu, tapi maklum saja kalau ada yang menolak meminumnya, dan melarang orang lain untuk meminumnya. Mungkin orang itu pernah keracunan makanan atau semacam itu. *mencoba hudznuzon*

Jadi, jujur, saya agak menyesalkan apa yang terjadi atas foto promosi film terbaru yang diadopsi dari novel karya Mbak Asma Nadia itu. Tidak marah, hanya menyesalkan. Juga kasihan dengan aktris dan aktornya. Tapi yang sudah terjadi, mau diapakan lagi. Toh saya bukan siapa-siapa, hanya penonton di luar lingkaran produksi. Sebagai penikmat harus menghargai hasil kerja keras orang lain yang berniat baik. Sadar penuh bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Hanya saja harapan saya, semoga ini tidak terulang lagi di lain waktu lain kesempatan lain film lain aktor. Pelajaran yang bisa kita petik, mudah-mudahan kita jadi lebih berhati-hati dan tidak membuka kesempatan ghibah atau fitnah bagi orang lain. Orang lain juga manusia biasa, sama seperti kita, jadi harus ingat kalau urusan ngomongin orang adalah salah satu keterbatasan manusia. Keterbatasan lain, misalnya urusan maaf-memaafkan yang pernah saya ceritakan di sini.

Kita tidak bisa memaksakan orang lain melakukan sesuatu seperti yang kita lakukan kepada orang lain.

Itulah curcol saya hari ini. Mudah-mudahan ini juga tidak termasuk ghibah atau fitnah. Hanya ingin berbagi pikiran. Salaam! :)