4.27.2015

Waspada Penipuan Berkedok "Teman Lama"

Kali ini saya ingin menceritakan tentang pengalaman keluarga saya terkait penipuan bermodus keji: mengaku kawan lama. Saya rasa modus ini semakin marak belakangan ini. Yaah, walaupun tidak lebih marak dari modus mama minta pulsa, sih. :p  Supaya lebih hati-hati, ada baiknya untuk tahu bagaimana penipu modus ini beraksi. Soalnya, penipu model ini cukup meyakinkan lho!  >:(

waspada penipuan teman lama


#1 Cerita Bapak

Suatu hari, dua tahun lalu, Bapak menerima telfon dari nomor asing yang tak dikenalnya. Saya ingat itu tahun 2013 karena saya sedang cuti di Pontianak. Tidak ada yang mencurigakan. Selepas menerima telfon, Bapak terlihat senang sekali. Beliau berkata, seorang kawan lamanya saat tugas di kota K menghubunginya. Wah, pantas saja senang ya, dihubungi teman lama. Terbayang kan, kita menerima telpon dari teman yang sudah lama tidak kontak, pasti ada rasa special. "Duh, tak menyangka, ternyata dia masih ingat dengan saya", seperti itu. Apalagi Bapak sudah pensiun..

Tak lama, Bapak menunjukkan sms dengan nada takjub. Wah, murah-murah, katanya. Beliau pun membacakan isi sms yang rupanya diterimanya dari kawan yang tadi menelfonnya. Memang murah-murah! Smartphone yang normalnya seharga di atas 5 juta, dibandrol 2 jutaan; laptop merk ternama yang seharga di atas 8 juta, dibandrol 3 jutaan; motor dihargai 5 jutaan; mobil yang normalnya ratusan juta hanya dibandrol harga teman, sekitar 25-50 jutaan. Tak hanya yang saya sebutkan itu. Televisi, kamera DSLR, kulkas, dan perabot-perabot elektronik lain juga ditawarkan dengan harga di bawah harga normal. Benar-benar murah! Kami satu rumah pun jadi heboh dengan kabar ini.

"Adek mau yang mana, dek?", tawar Bapak kepada saya. Polos. Ini murah, itu murah. Ya ampun, begitu menggiurkan. Kami pun kasak-kusuk berembug, kira-kira barang apa yang diperlukan di keluarga kami. 

Aha, tentu saja mobil! 

Sebenarnya kami sudah punya mobil. Emm, tepatnya sedan tua. Mitsubishi. berwarna biru, dan berumur lebih tua dari umur Kakak saya. Kami sayang dengan mobil tua yang kami beri nama Betet itu, karena Betet menyimpan banyak kenangan keluarga. Senang sekali mengingatnya! ^^

Secara fisik luar, Betet masih bagus, alhamdulillah. Mulus dan bergaya retro. Tapi, karena dimakan usia, Betet sudah tidak setangguh dulu lagi. Ada banyak yang harus diganti, harus dirawat rutin, dan satu-satunya yang bisa mengendarai Betet hanyalah Bapak. Saya dan Kakak dulu pernah berniat belajar mengendarai mobil, tapi berhubung mobil semata wayang kami tersebut punya setir yang luar biasa berat ala mobil tempo dulu, kami pun urung. Tunggu punya mobil sendiri.. :p  *seolah-olah*

Sayangnya, sejak kejadian bersama kakek koboi dulu, Bapak seperti trauma membawa kami keluar kota dengan mobil, bahkan untuk jalan-jalan di dalam kota! Akhirnya, Betet jarang keluar garasi, jarang dipakai berjalan-jalan, paling-paling dinyalakan di pagi hari lalu dikeluarmasukkan dari garasi rumah, sekadar untuk memanaskan mesin Betet. Kami tak pernah lagi jalan-jalan dengan Betet, terlebih jalan Pontianak sekarang ramai. Bisa gawat kalau Betet sampai mogok di jalan. Bisa-bisa si Betet ganti nama jadi si Komo. Hehehe *ketauan jadulnya* :p

Itulah sebabnya kami sepakat sepertinya perlu mobil baru yang kekinian, yang bisa dikendarai oleh saya dan Kakak. Ya, rindu rasanya jalan-jalan lagi bersama keluarga dengan mobil. Karena kami sudah berkeluarga, jadi Mama' pengennya bis mobil dengan ukuran cukup besar yang muat untuk 3 keluarga kecil. Maka kami pun memilih-milih tipe mobil yang ditawarkan, kira-kira yang mana yang pas di kantong dan di hati..

~Eeh, untunglah saya sempat bertanya-tanya kepada Bapak, karena merasa ada sesuatu yang janggal. Ya, janggal. Siapa sih "kawan lama" Bapak tersebut, sampai-sampai dia "berbaik hati" memberikan informasi barang murah seperti itu. Lengkap pula. Dari Bapak, saya mendapat informasi bahwa si "kawan lama" ini adalah rekan sekantor Bapak waktu tugas di kota K dulu. Keduanya sudah puluhan tahun tidak bertemu lagi, dan itu sangat menjelaskan kenapa Bapak terlihat senang ketika menerima telpon darinya. 

Batin saya masih terganjal sesuatu sehingga saya terus bertanya kepada Bapak. Kira-kira dari mana dia bisa tahu nomor ponsel Bapak, karena dulu saat mereka berkawan, jelas-jelas belum jamannya hp. Keluarga kami saja baru punya hp pertama sekitar tahun 2002, hadiah promo suatu produk sanitizer tangan. Karena "kawan lama" Bapak itu adalah rekan kerja, maka kemungkinan satu-satunya adalah dari teman sekantor Bapak di kota Pontianak. Tapi siapa? Bukankah dia orang dari kota lain? Lalu kalau benar dapat dari teman kantor yang lain, benar-benar kepo akut dong? 

Okelah, tidak ada yang salah dengan kepo. Pertanyaannya: kepo dengan nomor telpon, berarti teman dekat dong? Apakah Bapak dan "kawan lama" nya tersebut memang sedemikian dekat atau setidaknya pernah jadi teman dekat? Kalau ya, wajar. Kalau tidak, jelas tidak wajar. Bisa jadi karena ada perlu. Tapi mengapa dia malah memberi tahu Bapak tentang informasi harga barang murah? Kebetulan atau sengaja? *efek kebanyakan nonton film detektif*

Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, Bapak lalu menceritakan kronologis dari awal. Pertama, Bapak dihubungi nomor asing, beliau angkat, lalu suara di seberang yang terdengar ramah dan akrab meminta beliau menebak-nebak siapa dia. Pembiacaraannya kira-kira seperti ini:

(P)enelpon: "Halo, apa kabar?"
(B)apak: Siapa ini?
P: Wah, dah lupa ya dengan saya? 
B: Siapa memangnya?
P: Tebaklah..
B: (merasa tidak enak dibilang lupa dengan orang yang sedemikian ramah, maka mulai menebak, siapa orang di masa lalu yang suaranya mirip si P ini)  Em, X kah? 
P: Nah, itu ingat.. Bagaimana kabar sekarang? Sehat kan? Bla bla bla... 
B: Sehat. Kamu bagaimana?
P: Saya masih di tempat lama. Sudah dulu ya, nanti saya hubungi lagi.

~Lalu sambungan telpon diputus. Nah, tak lama setelah itu, dia menelpon lagi dan mengatakan sedang berada di bea cukai atau semacam itu, lalu mengabarkan bahwa ada lelang barang sitaan dengan harga murah. Rincian harga murah-nya menyusul lewat sms-sms yang bertubi-tubi tak lama kemudian. Dia juga mengingatkan untuk segera menghubunginya dan transfer uang sebelum lewat jam sekian di hari itu, karena menurutnya barang-barang berharga murah itu cepat habis, jadi harus adu cepat. Siapa cepat dia dapat. Yah, namanya juga lelang, pak. Kira-kira seperti itu katanya.

Kening saya berkerut. Jadi begitu...

Ternyata yang pertama sekali menyebutkan si penelpon adalah si X (nama seorang teman lama Bapak yang sudah lama tidak bertemu) justru berasal dari Bapak, bukan dari si penelpon. Dia hanya memancing orang untuk menebak-nebak lalu meng-iya-kan. Waktu saya tanya kenapa Bapak menyebut nama X, ternyata nostalgia acak saja, tiba-tiba ingat dengan X ketika mendengar warna suara si penelpon yang mirip suara teman lama bapak bernama Bapak X itu. Emm, bisa juga karena kangen di bawah sadar sih. Saya kurang tahu.

Kejanggalan berikutnya, adalah masalah tempat kerja. Kalau dia masih di tempat lama, berarti masih di kota K? Apa motivasinya, menghubungi Bapak? Kangen? Masak kangen nelponnya sebentar sekali? Karena tidak dekat sehingga bahan omongan sedikit? Ini lebih aneh lagi. Tidak dekat secara fisik dan psikologis, tapi baik sekali langsung memberi info daftar lengkap barang murah? Terlebih lagi, kantor bea cukai bukanlah kantor lama Bapak, jadi ini sangat aneh. Kalau masih di tempat lama ketika dia kenal Bapak, kenapa dia di kantor bea cukai? Apa urusannya di sana, dan dari mana dia mendapat informasi lengkap barang-barang yang dilelang? Kalau dia tidak di tempat lama, harusnya dia berkata dia sudah pindah ke bea cukai dong? Kok bisa lupa dengan kantor sendiri? -_-

Oh ya, berdasarkan keterangan Bapak, seharusnya Bapak X ini juga sudah pensiun seperti Bapak. Nah lo.. Penipuan identitas ini namanya..

Akhirnya, poin terakhir yang paling menggelikan dan berhasil membuat kami sadar sepenuhnya bahwa kami nyaris saja menjadi korban penipuan adalah dari penjelasannya tentang sistem lelang. Jika benar menggunakan sistem lelang, harusnya harga barang semakin naik jika permintaan barang tersebut semakin banyak, Dan sepengetahuan saya, barang lelang tidak pernah diketahui akan laku dengan nominal akhir berapa sampai lelang selesai dilakukan. Penawar dengan nominal tertinggi lah yang berhak jadi pemiliknya. Contohnya sebuah lukisan langka atau barang bekas artis yang sudah rusak sekalipun, harganya bisa sangat fantastis kalau dilelang, jika banyak yang berminat. Jadi lelang bukan masalah siapa cepat, tapi siapa yang berkenan membayar lebih untuk memiliki. Berkaitan dengan prestise juga sih. Kesannya kan gimanaa gitu, punya barang lelang. Pastinya bukan barang murahan.

Nah, kalau ada barang bekas (barang sitaan) dipatok dengan harga sangaaat murah dan pembeli yang paling cepat yang berhak menjadi pemilik, itu sih namanya bukan lelang, tapi lelong! :p :D

Begitulah, akhirnya Bapak tidak menjawab telpon maupun sms-sms dari penipu tersebut. Kami pun tidak jadi punya mobil pengganti si Betet, hihihi. Syukurlah Allah masih melindungi Bapak dan kami sekeluarga. Berhubung saat kejadian, suami saya di luar kota, saya pun menceritakan cerita Bapak ini. Sampai tak lama...

#2  Cerita Kanda

Kanda juga pernah mengalami kejadian serupa. Dari tahun kemarin, setidaknya sudah 3 kali Kanda dihadapkan dengan modus penipuan ini. Untungnya, ini terjadi setelah saya menyampaikan cerita yang Bapak alami, jadi ia bisa mengantisipasi. Pernah juga Kanda usil dengan penipu bermodus ini. Percakapannya kira-kira begini..

(P)enipu: Halo, apa kabar?
(K)anda: Ini siapa?
P: Ini saya, masak nggak kenal. 
K: Siapa ya? (lihat nomor yang muncul di hp untuk meyakinkan diri, tak kenal)
P: Wah, sudah lupa ya. Tebak lah
K: (sadar dan ingat cerita saya tentang penipu yang nyaris memperdaya kami) Oooh, U ya? (Entah siapa si U ini.. :p )
P: Iya. Apa kabar? bla bla bla... Kamu di mana sekarang?
K: Di kantor. Kamu di mana sekarang?
P: Masih di tempat lama.
K: Oh, di Z ya? (menyebutkan nama kota)
P: Iya. Eh udah dulu ya, nanti saya hubungi lagi.
K: Oke.

Sama seperti modus yang dialami Bapak, Tak lama bunyi telpon masuk. Kanda sengaja tak mengangkat. Ini berkali-kali, sangat mengganggu, terutama karena sudah tahu kalau yang menghubungi adalah penipu sok kenal menjijikkan. Iyyuh!

Karena telpon tidak diangkat, si penipu lalu mengirim pesan singkat, menanyakan kenapa telponnya tidak diangkat. Kanda jawab singkat, "Lagi rapat. Ada apa?". Lalu mulailah dia menawarkan "jualannya". Kanda tak habis akal, di-sms-nya begini, "U, nenekmu masih sehat?", dijawabnya "Alhamdulillah, sehat". Ebuset, terlalu ya, nipu pakai alhamdulillah segala. Lalu Kanda bilang begini, "Eh, U, bilangin sama nenekmu ya, bayar hutangnya ke saya segera." ~wkwkwk

Lalu apa jawaban penipu yang mengaku bernama U itu? Dia jawab begini, "Eh kamu jangan mengada-ada ya. Nenek saya nggak punya hutang apa-apa sama kamu." Lalu Kanda lanjutkan, "Lho, ini U kan? Yang tinggal di Z kan? Nenek kamu pinjam kok kamu yang marah. Sampein saja ke nenekmu ya", lalu dibalas dengan marah-marah oleh penipu itu. Widih, sok menghayati jadi U deh, dia. Bisa dapat granny award, hihihi.

Walau begitu, si penipu ini masih sms-sms lagi, seperti mau membuat tak enak hati. Kami hanya tertawa saja. Rasain deh. Kesal kan dia, waktunya terbuang karena dikerjai. Untung kami bukan kriminil seperti dia yang tidak hanya membuang waktu dan tenaga orang lain, tapi juga merugikan secara finansial dan psikologis. Jahat sekali! Akhirnya nomor si penipu itu Kanda blokir. Tapi jangan salah ya, penipu-penipu modus seperti ini tak berhenti. Sepertinya ada banyak! Nomor satu diblokir, nomor lain bermunculan. Entah satu sindikat atau tidak tapi buktinya Kanda tidak hanya satu kali mendapat telpon dari penipu bermodus sama seperti ini, melainkan berkali-kali. Sampai ia capek meladeni. Buang-buang waktu, katanya. 

Terus terang ini modus yang hampir mampu membuat kecele, menurut saya. Memainkan psikologi orang lain. Jadi supaya tidak kecele, berikut ini beberapa tips dari saya:

- Bersikap santai sekaligus waspada 

Kalau ada telpon dari nomor asing yang masuk, angkat saja dengan santai. Tidak perlu terlalu khawatir karena siapa tahu memang teman lama yang ganti nomor telpon. Tapi kalau suara di seberang meminta kita menebak siapa dia, ada 2 pilihan: langsung putuskan atau ladeni. Resiko kalau langsung diputuskan sih, bisa jadi itu memang teman yang usil. Saya punya teman seperti ini, tapi itu resiko dia, kan. Makanya jangan suka iseng, ya kan? hehe.  Tidak perlu merasa bersalah. Tenang saja, kalau memang teman benaran ada keperluan sampai menelpon kita, dia akan menelpon ulang dengan tidak meminta kita menerka lagi, melainkan langsung mengaku siapa mereka. Untuk yang memilih meladeni si penipu, kuatkan diri kalian karena akting si penipu ini luar biasa menjijikkan. 

- Kenali pola

Penipu modus ini sangat lihai membuat kesan seakan-akan dia kenal sekali dengan kita. Silakan diingat alur cerita yang dialami Bapak dan suami saya sebelumnya:
Pennipu menelpon dengan nomor asing - menyuruh menebak - mengiyakan - mengaku masih di tempat lama - memutuskan telpon lalu menelpon kembali - mengirim sms bertubi-tubi berisi informasi barang lelang dengan harga super duper murah - meminta transfer uang secepatnya. 

Kalau kurang lebih pola ini yang didapati, yup, positif, itu penipu! 

- Blokir

Kalau terganggu, langsung blokir saja nomornya. Walaupun langkah ini tidak menjamin di kemudian hari akan ada penipu serupa yang menghubungi, setidaknya ini cara paling efisien menghadapi penipu sok kenal seperti itu. 

Baiklah, sekian dari saya. Panjang juga ternyata, hihihi. Semoga berbagi cerita kali ini bermanfaat juga untuk teman-teman, ya. Punya pengalaman serupa atau ada tips tambahan? Silakan share di kolom komentar ya teman! Salaam..