12.22.2014

Sembilan Bulan Penuh Rasa

(sumber gambar: www.multigfx.com)
Hamil dan melahirkan adalah fitrah wanita. Ada wanita yang tidak perlu menunggu lama untuk merasakannya, ada pula yang perlu waktu lebih panjang menantikannya. Saya sendiri, alhamdulillah, bisa merasakan kehamilan setelah 1,5 tahun berumah tangga.

Sebelum tahu bahwa saya hamil, saya dan Kanda sempat hiking ke Gunung Gede pada libur akhir tahun 2012. Pada 3 Januari 2013, testpack menunjukkan 2 garis. Untuk memastikan, Kanda membawa saya ke dokter. Berdasarkan USG, insya Allah saya positif hamil. Jadi saat hiking, saya sedang hamil muda. Syukurlah tidak apa-apa.

Berhubung masih di tanah rantau, kami memberitakan kabar gembira kepada keluarga via telfon. Saya ingat momen saat mengabari Mama. Beliau menangis. Maklum, saya dan Kakak sama-sama perlu waktu untuk hal ini. Kurang lebih 2 pekan setelah pemeriksaan ke dokter, saya dan Kanda terbang ke Pontianak. Berbekal doa dan tawakal, alhamdulillah, kami tiba di Pontianak dengan selamat.

Pada trimester pertama, walaupun awalnya tidak percaya fenomena ngidam, saya justru mengalaminya. Setiap hari (bahkan sebelum tahu hamil), adaa saja kuliner berbahan mie yang saya idamkan. Untungnya Kanda cukup tegas membatasi saya dalam mengkonsumsi mie instant dan makanan kurang sehat lainnya, membuat saya tidak terbawa nafsu. Hal lainnya adalah selera terhadap nasi putih yang rendah, apalagi nasi putih panas, padahal biasanya suka. Selain itu indera penciuman jauh lebih sensitif. Bau pengharum ruangan, obat-obatan, bawang putih, ikan, bahkan bau sabun cuci piring dapat membuat saya mual dan sakit kepala.

Ketika kebanyakan ibu hamil tidak lagi mengalami morning sickness selepas trimester pertama, saya justru baru mengalami ini pada trimester kedua. Hampir tiap malam saya muntah. Saya juga tidak suka ditiup angin dan selalu membalur tubuh dengan minyak kayu putih seusai mandi. Jika ada yang menyalakan kipas angin, saya akan menutupi tubuh dengan selimut tebal dan minum jahe hangat. Seolah lupa kalau Kota Pontianak itu panas..

Trimester ketiga menjadi periode terberat buat saya. Berat badan yang drastis naik 20 kg selama hamil membuat saya cepat lelah. Sakit punggung, kaki bengkak, susah tidur dan keluhan lain menjadi ujian harian. Saya juga sering dilanda kekhawatiran, ditambah kesepian ketika Kanda harus kembali ke Bogor. Saya tidak kekurangan dukungan keluarga di rumah, hanya saja menghadapi detik-detik kelahiran ananda tanpa ditemani suami terasa agak menggelisahkan..

Harinya pun tiba. Tepat sehari setelah Kanda kembali ke Pontianak, saya flek. Bahagiaa sekali akan bertemu ananda yang selama sembilan bulan terakhir selalu menyertai. Tapi ketika kami berpikir akan menjadi orang tua, kami dihadapkan pada kenyataan bahwa ananda telah meninggal dunia. Innalillahiwa innailaihi roji’un. Walaupun tahu bahwa saya tidak akan mendengar suara tangis kecilnya (yang konon dapat mengobati sakit kontraksi dan jahitan) saya tetap berusaha melahirkan secara normal, dengan bantuan induksi.

Hari itu, saya tidak dapat menghadiri pemakamannya...

Rangkaian kehamilan dan persalinan yang saya alami tersebut sangat berkesan bagi saya. Memori ini banyak saya tulis di blog ini sebagai kenangan untuk membantu pemulihan. Selain itu saya berharap pengalaman ini dapat membesarkan hati para orang tua yang mengalami kejadian serupa, bahwa mereka tidak sendiri.

Saat menulis ini, pernikahan kami berumur 3 tahun 5 bulan. Kami masih berikhtiar dan berdoa semampunya. Semua akan indah pada waktunya, insya Allah. Aamiin.