4.05.2014

Saya dan Si Rimpang Hangat

Dulu saat hamil Weissar, saya mengalami keluhan mual muntah yang cukup bikin prihatin orang terdekat. Untungnya sih tidak sampai menurunkan berat badan, tapi tetap saja memprihatinkan. Cium bau bawang putih, muntah. Cium bau obat, muntah. Cium bau amis ikan, mual. Cium bau wangi pengharum ruangan, mual. Bahkan makan tablet penambah darah yang diresepkan oleh bu dokter pun mual. Sungguh pengalaman yang luar biasa...:)


Sebenarnya mual-muntah yang saya rasakan baru terjadi setelah kehamilan saya memasuki pekan ke 10 tapi baru berhenti di pertengahan trimester kedua. Padahal kebanyakan bumil sudah berhenti mual muntah saat memasuki trimester kedua (bulan ketiga). Aneh? ah, nggak juga. Saya yakin pasti banyak juga bumil yang seperti saya, hanya saja jumlahnya sedikit atau kurang bercerita tentang hal tersebut. Jadi buat yang mengalami hal serupa saya, tenang ya. Normal kok. ;)

Nah, untuk mengatasi mual-muntah yang saya rasakan, saya berusaha menghindari bau-bau yang menyengat dan tak nyaman di indera penciuman saya. Ini cukup berhasil karena selama saya tidak mencium bau menyengat, saya baik-baik saja.

Mama juga pernah menganjurkan untuk makan dan minum yang banyak, biar tidak masuk angin *atau mag kali ya Sayang, kalau sudah mencium bau menyengat, saya tidak bisa menahan diri. Asam lambung seketika naik dan keluarlah semua yang saya makan, atau minum. Bayangkan, teh hangat dan buah anggur yang saya sukai pun bisa keluar begitu saja. Kalau ingat kejadian itu saya sedih. Selain kepikiran dengan nutrisi dedek di dalam kandungan, saya juga sedih membuat orang-orang terdekat kerepotan karena mual-muntah saya. Tak disangka itulah momen indah dari Allah.
(Pelajaran moral: harus belajar mengurangi sifat pengeluh).

Alhamdulillah, di bulan ke 5 kalau tidak salah, saya berhasil mengurangi frekuensi mual muntah parah yang saya alami dengan menghindari aroma menyengat plus mengkonsumsi air jahe. Yup, air jahe sangat ampuh untuk mengurangi mual muntah yang saya alami, badan pun terasa hangat dan baunya yang khas menyamankan tubuh. Karena merasa nyaman dan cocok, saya mengkonsumsi minuman ini sehari-hari selama hamil, setelah melahirkan, bahkan hingga sekarang.. ^^ 

In sya Allah jahe aman untuk ibu hamil, tapi perlu diingat, sebaiknya tidak dikonsumsi secara berlebihan dan konsultasikan ke dokter terlebih dahulu jika masih ragu. ;) okey?!

Jahe instan yang praktis (bukan iklan lho, hehe)
Untuk kepraktisan, saya biasanya menyeduh bubuk jahe instan dengan air panas atau hangat, tapi tidak bisa dipungkiri minuman jahe jauh lebih nikmat jika dibuat sendiri dari rimpang jahe segar. Untuk variasi, kadang Kanda membelikan minuman bandrek yang merupakan minuman tradisional dari jahe dan rempah lain. Hangat..

Oh iya, selama masa nifas dulu, Bapak mengajarkan saya memakan jahe mentah-mentah untuk menghangatkan tubuh dan mengeluarkan darah kotor. Cara ini adalah cara perawatan tradisional pada ibu nifas yang umum dilakukan oleh masyarakat Dayak, nenek moyang saya. ;)  Jahe yang dimakan mentah adalah jenis jahe padi yaitu jahe yang berukuran kecil dengan serat yang lebih halus daripada jahe yang dipakai sebagai bumbu dapur. Rasanya enak sekaligus hangat. Saya benar-benar ketagihan memakannya. Saya bahkan kangen pengen makan jahe (atau leak) padi lagi.. :D  Ah, sayang dulu tidak terpikir untuk mendokumentasikannya..

Jadi, buat bumil yang mengalami hal serupa dan ibu yang sedang nifas, silakan mencoba yaa.. Semoga cocok. :)

Btw, jadi kangen alm Weissar... :') Jahe selalu mengingatkan saya kepadanya