4.12.2014

My Unforgettable Journey : Serantangan oh Serantangan

Ini cerita perjalanan saya dan teman-teman saat liburan di Singkawang tahun 2009 lalu. Ceritanya waktu itu saya diajak teman-teman Mapala Untan ke suatu danau bernama Serantangan. Merasa jarang ke danau, saya tertarik dan kemudian saya mengajak seorang teman dekat saya, Jumi. Rencananya kami menginap 1 malam. Saya sendiri sudah merencanakan akan wisata kuliner di Pasar Hongkong Singkawang yang terkenal itu setelah jalan-jalan ke Serantangan, soalnya sudah sering ke Singkawang tapi jarang sekali singgah makan di sana. Saya ingin wisata kuliner. Jadi tekad saya bulat, malam hari setelah sampai dan beristirahat, saya mau pergi ke pasar hongkong!

Para artis di artikel ini :D
Begitulah, kami bersembilan ~saya, Jumi, Jani, Agri, Tifeh, Baryan, Majid, Kojay, dan Deny~ berangkat dengan motor dari Pontianak ke Singkawang. Enaknya berangkat dengan teman-teman Mapala adalah, mereka tidak meninggalkan teman. Walaupun bukan anak Mapala, sebelumnya saya sudah pernah beberapa kali pergi keluar kota dengan teman-teman Mapala dan merasa nyaman dengan kebiasaan mereka tersebut. Setidaknya jika ada yang mengalami sesuatu, yang lain tidak meninggalkan atau minimal menunggu sampai masalah beres. Sulit lho menemukan teman seperjalanan seperti itu. Kata Mama, itulah teman yang baik, pergi bersama, pulang bersama.. :)

Oke, lanjut ceritanya.

Di perjalanan, kami sempat singgah di rumah Baryan di daerah Mempawah. Tidak disangka jarak rumahnya dari jalan besar jauuuuh masuk ke dalam, sampai daerah pesisir yang bertanahkan pasir dengan pepohonan yang didominasi oleh pohon kelapa. Di sana kami beristirahat melepas penat. Setelah itu perjalanan pun dilanjutkan. Tak sabar sampai Singkawang, yey! :D


Sampai di Singkawang, kami singgah di rumah Agri. Waktu itu sudah masuk waktu makan siang, Mama Agri menjamu teman-teman anaknya yang kelaparan dengan ramah. Alhamdulillah. Selesai makan kami duduk sambil bercerita, Majid dan Kojay menonton televisi yang acaranya agak aneh. Banyak bahan candaan.

Usai makan dan istirahat, saya dan Jumi menumpang sholat. Waktu itu Agri bilang bahwa perjalanan masih belum selesai, jadi kami disarankan agar menjama'-qashar sholat. Saya dan Jumi merasa heran dan agak berat sembarangan menjama' sholat, tapi karena teman-teman lain juga menjama' qashar sholat mereka jadi kami ikut juga. Bismillah.

Setelah sholat, perjalanan rupanya benar-benar dilanjutkan. Dilanjutkan ke tingkat yang tidak terlintas oleh saya sebelumnya.


Masih dengan motor, kami berkendara menuju ke arah Gunung Passi, Gunung yang penuh kenangan bagi saya *karena penelitian saya di sana, hee.






Gunung Passi lewat, teruuus sampai di suatu perkampungan yang bersinggungan dengan sebuah danau besar. Nuansa alamnya sangat terasa. Indah sekali.




Teman-teman menawar motor air untuk membawa kami ke sisi lain danau. Setelah kata sepakat, kami semua naik motor air sedang motor bebek yang dipakai tadi dititipkan ke rumah warga sekitar dulu. Tidak ada masjid atau mushola yang terlihat, kata Agri karena mayoritas masyarakat setempat bersuku Dayak yang notabene beragama Khatolik, makanya tadi dia menyarankan kami untuk menjama' sholat agar tidak kesusahan mencari tempat sholat saat masuk waktu sholat Ashar.



Oh iya, waktu akan berangkat, dua ekor anjing pelihaaan Bapak pemilik motor air mengejar-ngejar di darat sampai tepi. Lucu sekali melihat kelakuan mereka.. ^^



Di perjalanan, tidak disangka, langit yang tadi memang agak mendung menjelma menjadi hujan deras. Kami yang tidak mempersiapkan jas hujan jadi basah kuyup. Bapak pemilik motor air segera mengarahkan motor airnya ke tepi danau, sekadar singgah untuk berteduh. Tidak ada rumah tapi ada pondok-pondokan, cukuplah untuk berteduh.

Kalau boleh jujur, saat itu saya geregetan. Pakaian saya kuyup. Bisa diganti memang, tapi keadaan itu cukup membuat saya kehilangan mood. Apalagi setelah larut dalam pikiran, kapan lagi mau balik ke kota Singkawang kalau kehujanan seperti itu. Saya kan mau ke Pasar Hongkong!!

Untungnya teman-teman tetap senyum dan tawa, bercanda. Saya pun urung menyuarakan kekesalan saya terkait kemungkinan gagalnya wisata kuliner impian saya. Perhatian saya cukup teralihkan ketika melihat panen buah durian oleh warga setempat yang ditumpuk di dekat kami. :9  Sayang tidak bawa uang banyak. Hehe


Setelah menunggu dan menunggu, kami melanjutkan perjalanan. Saya baru memperhatikan, danau tersebut terlihat dalam. Agak ngeri sebenarnya, soalnya saya bukan perenang yang handal. Apalagi kalau panik. Ya Allah, saya berdoa terus sepanjang perjalanan, minta keselamatan.

Sampai di tujuan, kami turun dan kemudian si Bapak itu pergi meninggalkan kami. Dalam hati saya berkata, "Hei hei pak, mau kemana", tapi melihat wajah santai teman-teman saya, saya mencoba santai. Santai bro, santai. Namanya liburan, harus santai.

Tapi saya jadi gregetan (lagi) karena rupa-rupanya tidak ada rencana yang jelas dari teman-teman. Padalah hari semakin gelap dan kami masih tidak tahu mau menginap di mana. Mau pasang tenda pun tidak ada tempat yang memungkinkan. Dan itu berarti, pupuslah sudah impian wisata kuliner di Pasar Hongkong! :p

Untunglah, setelah berjalan cukup jauh dan lama berputar-putar mencari lokasi yang pas untuk tenda, akhirnya kami menemukan sebuah bangunan kayu tua sederhana yang cukup menampung jumlah kami. Dari plang nama yang menempel di bangunan tersebut, bangunan tersebut adalah bangunan yang dibangun pemerintah untuk proyek pertanian bagi warga setempat. Tapi dari keadaannya yang memprihatinkan sepertinya bangunan tersebut sudah lama terbengkalai. Bangunan tersebut terdiri dari satu ruangan dan bagian luar yang hanya beratap, tanpa dinding. Kami hanya di bagian luar yang beratap saja, tidak mengganggu ruangan tunggal misterius yang terkunci itu. Penasaran sih dengan isi ruangannya, tapi sampai sekarang saya parno membayangkan apa isi di dalam ruangan tersebut. Maklum sudah malam, sepi, dingin, di dekat daerah rawa, gelap tanpa listrik, dan cukup menakutkan. Dalam hati saya berkata, teman-teman tolong jangan tambah lagi dengan kelakuan aneh yang dapat mengundang yang aneh-aneh. Naudzubillahi mindzalik.. Eh, tapi tanpa diminta teman-teman pun paham. Tidak ada yang usil, tapi kelakuan teman-teman yang tidak neko-neko tidak merubah mood saya. Ya, saya bete malam itu. Pasar Hongkong tinggal mimpi, ooh...






Usai ganti baju dengan yang kering, kami bergiliran sholat magrib dan isa di tenda dome yang Agri dirikan di samping bangunan. Karena domenya rendah kami harus sholat duduk. Tapi lumayan menenangkan hati..

Perasaan kesal saya juga luluh melihat Jumi yang saya ajak. Dia juga pasti merasa terjebak. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Mereka pasti tidak menyangka akan terjadi hal tidak mengenakkan seperti itu. Niat mereka malah baik, mau mengajak kami jalan-jalan di musim liburan, ke tempat liburan baru seperti Serantangan. Bahkan orang Singkawang sendiri belum tentu pernah ke danau tersebut.


Api unggun kecil yang dinyalakan dari dedaunan dan ranting kering di sekitar bangunan menggericikkan suara kayu dimakan api. Kami berbincang sepanjang malam, tentang apa saja. Random, tapi kebanyakan sih saling mengguraui. Kata orang Sambas: senyakatan. Sambil senyakatan kami makan mie yang dimasak dengan trangia. Tidak terasa kantuk di mata saya. Mungkin karena asyik bercengkrama atau karena sadar bahwa tidak ada tempat berbaring dengan nyaman di tempat tersebut. Saya tidak bawa matras..



Entah pukul berapa, hujan turun dengan deras. Teman-teman yang duduk di tanah segera pindah duduk di kayu-kayu yang ada di pinggiran tiang. Air seperti dicurahkan dari langit dan kemudian mengalir di bawah kami. Tentu kami tidak bisa tidur, tempias air mengenai tubuh kami.

Hujan mereda. Tapi itu bukan akhir dari penderitaan kami malam itu...

Usai hujan, ribuan serangga vampir (baca: nyamuk) berkeliaran mencari mangsa. Mungkin karena berasal dari hutan di sekitar kami, mulut nyamuk-nyamuk itu berbeda dengan mulut nyamuk-nyamuk kota. Panjang mulut penusuk mereka cukup membuat takjub, mungkin karena termodifikasi menusuk kulit tebal para binatang hutan. Jangan harap dengan menutup tubuh dengan pakaian bisa mencegah serangan mereka, celana jins saja bisa mereka tembus. Berada di dekat api unggun pun tidak mempan. Subhanallah. Sungguh ganas serangan mereka. Belum lagi jumlahnya yang membuat saya bergidik, dan suara berisik dari ribuan nyamuk yang tidak henti-hentinya mengganggu kami. Benar-benar mustahil untuk bisa tidur di keadaan seperti itu..

Hingga menjelang subuh, barulah jumlah nyamuk-nyamuk nakal itu berkurang drastis. Rasa ngantuk baru menghampiri saya, tak sadar saya langsung tertidur lelap ketika menumpang duduk di matras. Langit sudah agak terang saya baru dibangunkan dan segera mengambil wudhu di tepi rawa lalu sholat subuh. Telat tapi bersyukur sempat tidur sebentar, setelah itu saya tidak tidur lagi dan alhamdulillah badan sudah segar. Mungkin karena waktu itu masih muda kali yaa. hehe
*stop bicara umur, lanjut :p


Usai sarapan dengan menu mie lagi, kami berkemas-kemas. Api dipadamkan, sampah dikumpulkan, barang-barang dicek. Tidak lupa sebelum pergi lagi kami berfoto. Ceria kembali. :D




Sambil menunggu jemputan Bapak yang kemarin, kami menunggu di pinggir danau dekat dermaga kecil. Majid, Tifeh dan Jumi mengajak saya naik perahu warga untuk keliling di perairan sekitar, yang dangkal. Tapi belum apa-apa perahu kecil itu karam di depan mata saya dan Jumi. Jumi yang tidak bisa berenang langsung mundur teratur lalu duduk di sebuah motor warga yang diparkir di pinggir.

Saya sendiri sedang tidak berminat naik perahu karena ingin berkeliling jalan kaki santai menikmati pemandangan yang sebenarnya masih asri, suasana desa yang tenang dan masih sepi, sambil candid Majid dan Tifeh yang tetap semangat 45 mengayuh perahu mungil tadi. Untung mereka tidak karam di tengah petualangan air.. :)


Cukup lama kami menunggu jemputan motor air untuk kembali. Setelah tiba, Bapak pemilik motor air mengajak kami berkeliling ke sisi lain Serantangan, sightseeing. Ternyata Bapak tersebut membawa kami melintasi tempat pertambangan emas. Saya sempat mengambil beberapa foto aktivitas para penambang..


Air sungai yang keruh, apakah karena dampak aktivitas pertambangan tersebut (yang saya kurang tahu legal atau tidak), tanya saya dalam hati. Hmm, sekadar bertanya dalam hati. Apalah saya ini..

Sesampainya kami di tempat awal dimana motor kami berada, kami segera melanjutkan perjalanan kembali ke Singkawang. Kami sempat singgah di rumah makan Padang untuk makan siang dan setelah itu melanjutkan perjalanan kembali ke Pontianak.


Yup, mungkin keinginan saya makan malam di Pasar Hongkong Singkawang saat itu memang tidak kesampaian, tapi banyak pengalaman dan cerita yang tak terlupakan dari perjalanan saya dan teman-teman ke Serantangan. It's not a great story but it's a sweet memory for me, momento dulce! ^0^