4.15.2014

My Unforgetabble Journey : Kelana Dua Dara

Malam ini, di tengah penulisan tesis yang terbata-bata, saya tidak dapat menahan diri untuk tidak menulis. Kemarin sempat terpikir untuk mengikutkan tulisan ini di GA momtraveler's tale, tapi karena tidak sempat ya sudahlah. Pokoknya saya tetap ingin mengabadikan cerita ini di blog. Cerita manis bersama kakak.. ^_^

Kakak saya, Lia, adalah sahabat yang mengajarkan banyak hal. Kepribadian kami memang berbeda jauh, tapi mungkin karena dibesarkan oleh orang yang sama maka setidaknya prinsip-prinsip yang ditanamkan tetap sama. Eksekusinya saja yang berbeda. :)

Tidak ada catatan sebelumnya, atau foto-foto yang mengingatkan cerita yang akan saya tulis ini, tapi saya selalu ingat walaupun tidak bisa menyebutkan bulan apa tanggal berapa tahun berapa pastinya. Yang saya ingat pasti adalah saat itu masa liburan sekolah ketika masih SMP. Mungkin saat itu saya kelas 1 SMP sedang kakak kelas 3 SMP. Sekali lagi, mungkin..

Itu adalah momen ketika kami berdua pertama kali diizinkan pergi keluar kota tanpa didampingi orang tua. Hanya berdua, tok.

Sebelum-sebelumnya sih kami biasa pergi keluar kota, tapi selalu dengan orang yang kami kenal seperti guru, teman-teman, atau sepupu. Itu pun jika tidak bisa didampingi Mama atau Bapak. Selebihnya selalu bersama keluarga. Maka saat diizinkan untuk bertualang berdua, kami senang bukan kepalang, sekaligus tegang di saat yang sama.

Tujuan kami tidak jauh, Sambas. Kalau sekarang, Pontianak-Sambas bisa lama sekali karena macet. Tapi kalau dulu --saat itu, maksudnya-- Waktu tempuh dari Pontianak ke Sambas hanya sekitar 4-5 jam saja dan kami biasa ke Sambas, jadi kekhawatiran agak minus. Semangat luar biasa. :D

Subuh hari, biasanya bus pesanan sudah menjemput sekitar pukul 5. Jika dihitung dengan waktu tempuh saat itu, kami akan tiba sekitar pukul 9 atau 10 pagi. Tapii, bus pesanan tak jua nongol. Alhasil karena dua anak gadisnya merengek-rengek agar bisa berangkat hari itu juga (karena kalau besok artinya berangkat bersama Bapak dan Mama dan berarti petualangan tidak akan wah) maka kami diantar ke Terminal Batu Layang oleh Bapak. Di terminal tersebut kami naik bus jurusan Pontianak-Sambas yang dicarikan Bapak. Kami pun naik dengan ceria tanpa kekhawatiran. Namanya juga anak-anak.. :)

Bapak sebelumnya sudah mewanti-wanti ke supir agar benar-benar mengantar kami ke Sambas. Maklum, bus di terminal tersebut terkenal agak curang karena sering menurunkan orang yang menuju ke Sambas di Singkawang. Alhasil jika ingin ke Sambas lagi harus naik bus sambung. Kami sudah diperingatkan Bapak tapi karena sudah mupeng sekali ya tetap keukeh mau naik bis hari itu juga. Maka, berangkatlah kami... *lambai gerbang Pontianak*

Kekhawatiran Bapak menjadi nyata. Ternyata supir bis itu berbohong. Kami, para penumpang, didamparkan di terminal Singkawang. Tidak sedikit yang menyumpahi si supir, tapi ya gitu deh kalau sudah tabiat. Dengan tenang supir bis meninggalkan kami setelah "katanya" menitipkan kami ke mobil-mobil colt jurusan Singkawang-Sambas. Dan harus menambah bayaran. Karena mobil colt lebih kecil, jadi penumpang bis tadi terpisah-pisah. Saya tetap dengan kakak saya sih, alhamdulillah. Hanya sedikit yang masuk ke colt yang kami tumpangi karena setelah kami masuk, colt diserbu anak-anak sekolah (swasta) yang masih bersekolah siang.

Dengan dalih mengantar anak-anak sekolah duluan maka kami mau tak mau ikut mobil itu keliling Singkawang. Mungkin satu jam, entahlah. Tapi kami lega ketika mobil mulai bergerak meninggalkan kota Singkawang, menuju Sambas.

Iya, sampai ke Sambas, kalau saja si mobil tidak mogok di tengah jalan! :p

Yup, entah karena mesin kepanasan akibat lama berputar-putar di dalam kota Singkawang, atau memang nasib kami sedang beruntung, kami terpaksa diturunkan di Pemangkat. Masalah mesin.

Di Pemangkat, tepatnya di pinggiran Pemangkat, belum sampai Pemangkat, para penumpang diturunkan di sebuah rumah yang letaknya begitu terpencil, diantara sawah-sawah. Jarak rumah tersebut dengan tetangganya lumayan jauh. Bisa dilihat, tapi harus berjalan dulu beberapa menit. Jadilah kami (kembali) terdampar di situ sambil menunggu bis lain lewat, minta dibawa sekalian ke Sambas. Kasian ya..

Lumayan lama, rasanya, kami menanti bis yang bisa mengangkut semua penumpang. Banyak sih bis yang lewat, tapi kebanyakan sudah penuh. Mungkin korban php bis Terminal Batu Layang juga.. Mungkin... :p

Sampai gilirannya, saya, Kakak dan seorang ibu setengah baya naik bis jurusan Sambas yang diberhentikan. Kami berdiri karena sudah penuh, tapi syukurnya pak supir beserta keneknya bersedia membawa kami tanpa menarik biaya sepeserpun (setelah nego dengan supir colt). Akhirnya kami menuju Sambas. Sambas, here Yanet and Lia come! :D

Eits, ternyata Sambas harus menunggu. Bis yang kami tumpangi berhenti di depan warung makan yang di sampingnya ada bengkel, gosipnya ada masalah dengan mesin atau remnya. Padahal saya, Kakak dan Ibu tadi sudah dapat tempat duduk karena ada penumpang yang turun di jalan.  Ya Allah... Waktu itu bete sekali karena sudah berkali-kali nyambung. Bete bete aah.. Bete bete aah..

Membuang jenuh karena penantian panjang, sebagian penumpang turun di warung makan, termasuk kami berdua. Di warung itu saya dan Kakak diganggu oleh anak-anak bujang yang naik bis yang sama juga. Diganggu biasa sih, cari perhatian buat ngajak kenalan, tapi karena tidak terbiasa menanggapi orang yang tidak dikenal, saya memasang wajah garang. Eh semakin memasang wajah garang ternyata semakin diganggu. Kakak saya yang woles turun tangan membela adiknya yang lemah ini. Saya lupa apa katanya, tapi yang pasti anak-anak bujang itu berhenti. Lalu kami pindah tempat duduk. Aman.. :)

Setelah menanti, abang kenek cuap-cuap. Intinya minta maaf karena bis sedang ada gangguan mesin dan bilang akan mencarikan bis pengganti untuk semua penumpang. Syukurnya kami tidak perlu bayar lagi.

Singkat kata, naiklah kami dengan bis yang disetop di jalan. Tumpangan gratis dan alhamdulillah tidak perlu berdiri karena banyak kursi kosong, tapi saya dan kakak tetap duduk terpisah. Kalau tidak salah saya duduk di samping bapak-bapak, tapi setelah bapak tersebut turun sebelum kota Sambas, Kakak pindah di samping saya.

Pukul 3 sore, setelah 10 jam di perjalanan, alhamdulillah, akhirnya kami berdua sampai juga di kota tujuan. Meskipun tidak langsung diantar ke rumah kakak sepupu karena bis berhenti di terminal, tapi yang pasti kami sudah tiba di Sambas. Lega rasanya. Waktu itu kami sudah siap-siap berjalan ke arah dermaga pasar untuk mencari penambang (tukang perahu) karena ingin naik perahu, menikmati pemandangan Sungai Sambas yang tenang dan indah. Kebetulan rumah kakak sepupu kami berada di tepi sungai, jadi ingin memberi kejutan.. Eh, ternyata sudah ada suami kakak sepupu kami yang mau menjemput. Padahal harusnya itu rahasia! Kunjugan kami harusnya rahasia! Aaah..

Rupanya Mama dan Bapak menelpon rumah Ngah Yani (sepupu kami tersebut) sekitar pukul 12 siang karena khawatir belum mendapat kabar dari dua anak gadisnya yang cantik *eaak. Maklum dulu tidak ada ponsel, jadi kabar di jalan tidak update. Kalau dipikir lagi, wajar sih ortu khawatir. Seharusnya datang pukul 10, kan?  Hehe..

Begitulah petualangan kami. Kami memang gagal mengejutkan kakak sepupu, tapi alhamdulillah malah jadi pengalaman berkesan yang tidak bisa saya lupakan sampai sekarang. :D

Saya harap Kakak saya juga mengingat ini sebagai kenangan manis tentang kami.. Momento dulce.. ^_^