1.05.2014

Anting di Dompet Mama

Seorang pedagang asongan baru saja lewat di depan rumah kontrakan kami, meneriakkan sesuatu yang nadanya kurang lebih sama dengan nada pedagang tahu yang teriak-teriak "tahu, tahu,, tahu, tahu" setiap pagi, atau tukang sol yang berkata "sol spatu, sol spatu". Nada yang khas di sini. Saya tidak yakin dengan apa yang diucapkan pedagang asongan itu, tapi yang pasti ada bagian "anting, anting"-nya..

Cute hello kitty.. ^^
(sumber gambar: pricearea.com)
Anting-anting...

Tiba-tiba ingatan saya kembali ke masa kecil, tepatnya ketika saya dan Mama pergi berdua ke pasar di tepi sungai Kapuas di kota kami. Waktu itu saya sudah sekolah dasar tapi masih kecil, mungkin sekitar kelas 2 SD. Entahlah, kurang ingat. Pokoknya waktu itu Mama berbelanja sesuatu untuk menyambut hari raya. Selepas Mama berbelanja, Mama menawarkan saya untuk membeli sesuatu yang saya inginkan. Mama tahu mata saya tidak lepas dari sebuah pajangan aksesoris yang dapat diputar. Isinya segala macam anting-anting nan bling-bling. Mungkin benar kata orang, wanita suka yang berkilauan. :p hehe

Saya senang sekali. Mama membelikan sepasang anting yang saya suka untuk saya, dan sepasang lagi untuk Kakak yang saat itu tidak ikut. Setelah membayar, kedua pasang anting itu Mama masukkan ke dalam dompetnya. Kata Mama nanti Mama akan memasangkan anting-anting baru jika kami sudah di rumah, agar lebih aman melepas anting-anting emas yang saya pakai. Setelah itu, kami berdua pulang naik oplet alias angkot (angkutan kota). Kalau tidak salah kami sempat menunggu di pinggir jalan, entah berapa lama.

Biasanya kalau naik oplet, kami turun di depan gerbang kompleks rumah. Seperti biasa pula, kalau sudah mau turun Mama mengambil uang untuk membayar ongkos kepada pak supir agar langsung diberikan setelah turun. Tapi saat itu Mama sibuk mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Dompet Mama raib. Orang-orang di oplet ikut dibuat sibuk, siapa tahu tercecer di antara sela kaki. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Dompet Mama benar-benar hilang. Kecopetan, itulah kesimpulan yang diambil setelah melihat bekas besetan silet cukup besar di tas yang Mama pakai. Rapi dan tidak disadari, sepertinya aksi pencopet profesional seperti di film-film. Untung pak supir oplet memaklumi kejadian yang menimpa Mama, akhirnya kami berdua turun tanpa harus membayar..

Saya sedih sekali. Hilangnya dompet Mama berarti hilang pula anting-anting baru saya dan Kakak. Saya tidak memikirkan hal lain seperti kartu identitas Mama atau nominal uang Mama yang diambil pencopet, dan sebagainya. Pikiran saya saat itu hanya tertuju pada anting-anting baru yang hilang, sedih sekali sampai nangis-nangis. Ammpoon.. egois ya.. Hehe, maklum kawan, masih kecil, belum punya akal. ^^
*mudah-mudahan sekarang udah jadi orang berakal*

Intinya, kita harus hati-hati kalau ke pasar. Tapi tahukah teman, ada satu pertanyaan yang menggantung di kepala saya saat ini. Satu saja: Jadi apa pencopet itu sekarang?   <--- kepo