12.28.2013

Nostalgia Gunung Gede 2012 [Part 3]

Surya Kencana
Setelah beristirahat, kami melanjutkan perjalanan di Surken untuk mencari lokasi beristirahat yang lebih dekat dengan sumber air dan lebih lega. Maklum, tempat berdirinya dome tadi terlalu dekat dengan jalur masuk, dan banyak pendaki yang mendirikan dome di sekitar situ juga. Jadi agak sumpek. Apalagi banyak pedagang nasi dan rokok yang hilir mudik menjajakan dagangannya, hedeeh, udah kayak pasar aja ya..


Kesampaian juga melihat edelweiss.
Ingat, tidak boleh dipetik ya! ^0^
(dok. J.P. Pawa)
Sepanjang jalan setapak Surken, mata dimanjakan oleh pemandangan lapang luas sehingga mata terasa lebih rileks. Senang sekali rasa hati walaupun sebenarnya tubuh lelah. Soalnya di kota kan pandangan mata kita terhalang gedung-gedung tinggi sehingga lama-kelamaan otot mata menjadi tegang, jadi pemandangan luas tanpa bangunan seperti Surken memang menyegarkan mata, ditambah lagi di sepanjang sisi kiri dan kanan lapangan luas tersebut ditumbuhi tanaman edelweiss yang kontras dengan warna hijau pepohonan di belakangnya. Subhanallah..

Sekitar 30 menit kemudian kami tiba di lokasi yang baru. Teman-teman lain sudah duluan sampai. Kami tertinggal dengan rombongan gara-gara sibuk berfoto ria bersama tanaman edelweiss yang sedang berbunga.. ^^   Meski demikian ternyata bukan hanya kami yang sering tertinggal rombongan. Ada kelompok kecil dari rombongan kami yang belum juga tiba, dan teman kami termasuk di dalamnya. Katanya ada yang sakit. Khawatir sih, tapi saya karena saya sendiri tidak berdaya, jadi hanya mampu kirim doa. Mudah-mudahan semua anggota perjalanan kami baik-baik saja.

Hari menjelang malam. Seusai sholat magrib yang dikerjakan dengan menggigil sedikit, saya dan Kanda berkumpul bersama teman-teman lain untuk minum kopi bareng. Karena saya kurang doyan kopi, saya minum jahe instan sachetan saja. Yang penting ngumpul. Sambil berbincang-bincang, kami bercanda bersama. Meskipun saya dan Kanda lebih sering tidak paham dengan bahasa teman-teman yang kental Sunda Bogornya, tapi melihat tawa dan senyum rasanya ingin tersenyum juga. Mungkin ini yang dinamakan efek dari hal positif, menularkan aura positif di sekitarnya, menularkan senyum dan tawa yang merupakan bahasa dunia. :)

Malam semakin dingin. Air jahe hangat dan jaket tebal dan topi kupluk di atas jilbab paris dua lapis dan celana panjang plus kaos kaki tebal tidak terlalu mempan menghalau angin dingin. Kami sholat di dome dengan sholat duduk, tak mampu di luar. Hujan pun turun. Berita baiknya, tenda dome tidak rembes air, tapi teman-teman kami yang tertinggal masih belum juga datang. Bukan lagi khawatirnya. Untungnya ada beberapa teman kami yang turun untuk membantu teman-teman yang tertinggal, jadi berasa sedikit tenang. Mungkin pukul 8 malam, akhirnya teman-teman kami tiba di Surken. Alhamdulillah.. Setelah berkemas dan membangun dome baru kami pun istirahat.

Bangun di pagi hari tanggal 30 Desember, usai sholat subuh dengan gigi yang gemelutuk karena kedinginan, kami duduk di depan dome yang dibangun saling berdekatan. Ada yang menghidupkan api dalam kaleng, lumayan menghangatkan badan. Usai sarapan, teman-teman (termasuk Kanda) melanjutkan perjalanan ke puncak Gede. Saya akan senang sekali menemani Kanda menggapai Puncak Gede, tapi apa daya, tidak bisa ikut karena kemampuan tubuh yang sedang tidak fit. Lagipula tujuan saya untuk memanjakan mata dengan melihat bunga edelweiss sudah terpenuhi. Surken adalah surga edelweiss, apalagi yang saya kejar? Kata orang bijak, setiap orang memiliki puncaknya masing-masing.. ^_^  *menghibur diri mode on*

Di camp, saya bersama 2 orang teman yang juga tidak naik. Sudah pernah, katanya. Untung, jadi saya punya teman ngobrol..
Foto Kanda di Puncak Gunung Gede

Kebersamaan.. Ngobrol bareng, masak bareng, makan bareng.. :)

Beberapa jam kemudian teman-teman yang dari puncak tiba kembali ke camp, makan bersama. Selepas itu istirahat sebentar, lalu mulai mengemaskan barang-barang, bersiap turun. Sampah-sampah dibersihkan dan dikumpulkan. Alhamdulillah, saya senang hiking bersama mereka karena kesadaran untuk berusaha tidak meninggalkan jejak di gunung cukup tinggi. Soalnya miris melihat pencinta alam yang mengotori gunung dengan sampah dengan sengaja. Maksud saya, kalau sampah organik yang terpaksa ditinggalkan (seperti *maaf* feses dan urine), masih bisa dimaklumi asal tidak sembarangan. Lagipula rasanya mustahil harus turun gunung lagi untuk buang hajat. Tapi untuk sampah anorganik ataupun sampah organik yang masih bisa dikumpulkan dan dibawa turun, rasanya agak keterlaluan kalau dibuang sembarangan. Itu hanya pendapat saya saja... ^^

[Bersambung ke Part 4]
Baca [Part 1] [Part 2]