11.24.2013

Aku dan Gunung

Gunung...
"Gunung itu.. Besar..."
Kata-kata itu spontan saja keluar dari mulut ini. Padahal saat itu sedang seminar proposal penelitian mengenai keanekaragaman jenis kantong semar alias Nepenthes spp. di Gunung Passi, dan pembicaranya adalah: saya sendiri.. :p

Yah, itu salah satu momen yang terlintas di benak ketika Kanda meminta saya menuliskan sesuatu tentang gunung.. hehe

Gunung.. Hmm.. Walaupun terhitung jarang mendaki gunung, saya jatuh hati pada kegiatan hiking alias mendaki gunung. Hiking itu melelahkan, sekaligus juga menyenangkan. Ada yang bilang, kenikmatan hiking adalah saat kita sudah mencapai puncaknya, rasa lelah selama perjalanan seolah hilang seketika. Namun saya pribadi memiliki pandangan berbeda. Sedikit.. Menurut saya, hiking itu menyenangkan dari awal hingga akhir. Terutama jika perjalanan itu bisa dinikmati bersama teman hiking di sekitar saya, ketika dapat bercanda dan tertawa bersama.. Rasa penat pun akan sedikit berkurang meskiii --tidak bisa dipungkiri-- asam laktat yang menumpuk di otot itu rasanya tetap saja "sesuatu banget"... ^^

Gunung pertama yang pernah saya daki adalah Gunung Passi di Singkawang, Kalimantan Barat. Dua kali, yang pertama untuk survei awal penelitian, yang kedua saat penelitian lapangan penelitian (judul penelitiannya sudah saya sebut di awal tadi). Di gunung ini, saya dan beberapa teman baik yang bersedia membantu penelitian untuk skripsi saya tersebut menginap di ketinggian 340 mdpl. Saat survei kami menginap selama semalam, sedangkan saat penelitian kami menginap selama enam hari, dan selama enam hari dari pagi hingga siang itu, saya dan beberapa teman naik-turun hingga ketinggian kurang lebih 770 mdpl untuk mengambil data sedang dua orang lainnya stand by di tenda. Lelah, sudah pasti. Apalagi ketika sampai di ketinggian sekitar 500 mdpl, banyak sekali makhluk buas berukuran kecil yang haus darah. ~Perkenalkan, namanya pacet..~ Hiking bersama pacet benar-benar merupakan pengalaman seru sekaligus menyebalkan. Ya, menyebalkan ketika mereka berhasil mencapai kulit dan menghisap darah kita sampai badannya gemuk. Hieey... *bergidik*

Saya ingat sekali, gara-gara makhluk kecil itu saya "dimarahi" dua sahabat saya yang biasanya kalem. :p  Untungnya pada kunjungan kedua, kami sudah mempersiapkan diri lebih matang melawan serangan pacet: tembakau. Ternyata pacet tidak doyan menghisap tembakau, walau mereka tidak terancam serangan jantung atau kanker. ~Syukurlah..

Gunung lain yang berkesan di hati adalah Gunung Gede di Bogor, Jawa Barat. Alhamdulillah sekitar setahun yang lalu saya dan suami berkesempatan mendaki gunung ini. Sebenarnya gunung ini adalah gunung dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl pertama yang pernah saya daki. Kali ini tujuan kami hiking tidak serius, sekedar untuk refreshing saja bersama. Kami menumpang ikut acara hiking bareng anak-anak BAPALA Bogor, seorang teman kuliah kami yang mengajak. Kebetulan kami belum pernah melihat bunga edelweiss, jadi misi kami bertambah: refreshing dan menikmati keindahan bunga edelweiss. Berbekal semangat 45, maka berangkatlah kami...

Setelah perjuangan panjang menanjak, mendaki gunung, yang, besaaar *hehe*, kami akhirnya tiba di suatu lapangan datar dan luas yang merupakan bagian penting tak terpisahkan dari Gunung Gede-Pangrango: Alun-Alun Surya Kencana. Alun-alun Surken terletak pada ketinggian 2.750 mdpl dan memiliki luas sekitar 50 hektar. Pemandangannya luar biasa menakjubkan dan suhu udaranya luar biasa dingin, bagi saya. :)  Sejauh mata memandang, bunga-bunga edelweiss yang kecil-kecil bergerombol dan berwarna putih gading bermekaran. Subhanallah, tercapailah misi kami melihat bunga edelweiss.. ^^ *bahagia mengingatnya*

Malamnya kami beristirahat di Surken agar besoknya fit mendaki hingga puncak. Sayang, saya pribadi tidak dapat melanjutkan perjalanan bersama semua teman-teman menuju puncak Gede (2.958 mdpl). Padahal tinggal sedikit lagi, ya.. :)  Hal itu karena sejak pertama menginjakkan kaki di Surken, tubuh saya tidak mampu menahan dingin yang menusuk. Menggigil. Mungkin karena terbiasa hidup di kota khatulistiwa, mungkin karena kurang fit, atau mungkin juga karena (ternyata) saat itu saya sudah mengandung anak pertama..Yang jelas tubuh saya kedinginan saat itu, jadi tidak terlalu saya paksakan.. Sementara Kanda dan teman-teman BAPALA mencoba menjejakkan kaki di puncak, saya beristirahat dan sarapan pagi untuk menghangatkan tubuh.

Tidak mencapai puncak? Ah, tidak mengapa. Saya sudah bahagiaa sekali karena bisa hiking bersama kekasih (setidaknya setengah jalan) dan bisa menikmati keindahan bunga edelweiss seperti yang selama ini saya impikan. Apalagi ternyata saat itu saya sedang mengandung, jadi hiking-nya sudah bertiga... ^^  Subhanallah, alhamdulillah, benar-benar nikmat yang saya harap bisa selalu saya ingat dan syukuri, in sya Allah..

Begitulah dua cerita tentang gunung yang begitu berkesan bagi saya. Ingin rasanya kembali mendaki gunung (atau bukit) bersama orang-orang yang saya sayangi. Suatu saat, atas izin Allah, aamiin..