9.05.2013

Sepekan

Sepekan sudah...

Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan setelah kepergiannya, anandaku sayang, Hanif Edelweissar.

Saya belajar untuk menerima takdir Allah, bahwa sekeras apapun kita berusaha dan berdoa, pada akhirnya Allah pula lah yang menentukan hasilnya.

Selama saya mengandung, saya pernah mengalami morning sickness. Mual dan muntah yang tidak dapat ditahan. Bahwa apa yang sudah saya usahakan masuk ke dalam pencernaan pun dapat keluar seketika, jika memang Allah menghendaki demikian. Itulah salah satu cara Allah mengajarkan saya betapa saya makhluk yang lemah tak berdaya. Walau pernah mengecap pendidikan biologi tapi metabolisme hidup dalam tubuh Allah jua yang mengaturnya.

Demikian pula yang terjadi ketika kepergian dedek Weissar yang manis. Usianya telah cukup untuk dilahirkan, posisinya sudah tidak lagi sungsang atau miring, anggota tubuhnya lengkap, ukurannya normal, sebelumnya sehat-sehat saja. Saya mengusahakan nutrisi sebaik mungkin, berusaha menambah ilmu tentang kehamilan dan pengasuhan, serta selalu berdoa setelah sholat lima waktu untuknya. Namun ketika Allah berkehendak, maka hal yang Allah kehendaki itulah yang terjadi. Plasenta dedek --entah bagaimana-- terpilin sehingga oksigen dan nutrisi tak dapat mengalir. Dan takdir ini tak dapat dihindar, tak dapat ditolak.

Pasrah, mungkin itu satu-satunya opsi yang kami punya. Memang jika diturutkan, rasanya saya bisa menjadi gila. Tapi saya tidak ingin menjadi orang gila. Saya tidak ingin histeris walaupun seringkali tak tertahan rasanya air mata ini mengalir. Selalu terkenang dia yang pernah tumbuh dan berkembang di dalam rahim ini...

Saya yakin Allah Maha Mengetahui, sedang saya tidak mengetahui apapun. Allah melihat yang tampak dan yang tersembunyi, sedangkan saya, bahkan untuk melihat anak yang ada di dalam rahim sendiri pun tak mampu. Sungguh kecil manusia.

Saya hanya bisa berharap dan berdoa, semoga Allah ampuni segala dosa saya. Karena tak jarang saat kehamilan saya dulu, saya berkeluh kesah karena bingung pada perubahan tubuh yang drastis. Betapa lemahnya akal dan iman saya sehingga begitu mudah mengeluh. Padahal jika saya sadari di ujung tekanan kehamilan itu Allah akan memberikan karunia terbaik bagi sepasang orang tua --seorang anak-- maka sangat tak pantas saya mengeluh barang sedikitpun.

Semoga Allah mengampuni saya... :'(

Sekarang, saya hanya bisa mengenang kehadiran dedek --meski hanya pernah di rahim saja-- mengenang lewat tempat, barang, aroma, suara, atau apapun yang lekat ingatan saya kepada dedek Weissar yang pernah ada di dalam  rahim ini...

Atas pemberian terindahMu itu kepadaku, ya Allah, terima kasih...