1.02.2013

Belum Seperti Habibie-Ainun

Gara-gara blogwalking ke blog teman SMA yang ngomongin tentang film Habibie-Ainun, saya jadi teringat kejadian kamis lalu.

Terus terang, sampai detik ini saya tidak enak hati kepada Kanda, walau Kanda berulang-ulang mengatakan "tidak apa-apa" tapi tetap saja ada perasaan bersalah.

#Ada apa gerangan?
Begini, Kamis lalu (27/12/12), sehari sebelum rencana keberangkatan naik Gunung Gede, Kanda mengajak saya nonton Habibie-Ainun. Berdua saja.

Saya sih senang saja diajak nonton di bioskop, walaupun sebenarnya saya lebih senang menonton film animasi, komedi, atau action yang visual dan sound effect-nya canggih.  Maksud saya, kalau nonton di bioskop kan pengeluaran lebih banyak daripada beli dvd yang bisa ditonton berkali-kali tuh, jadi saya inginnya yang agak heboh gimana gitu.. Paling tidak yang bisa bikin saya tertawa tanpa khawatir dipelototin orang karena ruangan bioskop yang gelap. Kata orang Pontianak, biar sepahle.

Dan memang sih, selama ini nonton di bioskop tidak pernah jauh-jauh dari genre tersebut. Horor pernah, film Scream, tapi karena kurang suka genre horor, jadi hanya satu kali nonton horor di bioskop. Itu juga ramai-ramai bersama keponakan. Selebihnya di rumah aza, sewa cd. Saya penakut. Hehe.

Kalau genre suspense, saya paling doyan. Tapi lebih senang nonton di cd player atau laptop, karena bagian yang mencurigakan bisa diulang-ulang, tanpa bayar. :p  Lebih seru ketika nonton bersama Kakak, soalnya genre kesukaan film kami sama. Kemudian tebak-tebakan, siapa sebenarnya penjahat aslinya (biasanya kan suspense begitu yah), jadi seru-seruan lah sama Saudara. Tapi kalau genre ini ditonton di bioskop seru juga sih, bikin dag-dig-dug. :)

Nah, untuk drama, terus terang, tidak pernah sepintaspun saya berpikir untuk nonton drama di bioskop. Berat untuk mengakui, tapi ternyata saya doyan nonton drama, sodara-sodara!! Saya baru sadar saya suka drama (apalagi yang sampai bikin nangis bombai seperti drama jepang yang "1 litre of tears" itu). Kanda yang menangkap basah kesukaan terpendam saya tersebut. Saya sendiri tidak sadar. Drama jepang yang saya sebutkan tadi saja mungkin sudah 4 kali saya tonton ulang, full, dan anehnya saya tetap nangis setiap nonton. Soalnya sedih banget... :'/ hiks

Nah, untuk genre drama, selama ini saya nontonnya sendirian, biar nangisnya lebih khusyuk #apasih yanet.
Hahaha

Begitu diajak nonton Habibie-Ainun, di dalam hati ada excited. Apalagi kan dari true-story nya Pak Habibie. Dan sepengetahuan saya, banyak-banyak film yang diangkat dari buku dan tulisan (bahkan komik) biasanya lebih jelas kualitasnya. Contoh paling keren adalah Lord of The Ring... Nonton dvd nya saja gregetan, apalagi kalau nonton langsung di bioskop!

Hanya saja biasanya yang bikin film-dari-buku agak kurang greget adalah aktor/aktris yang kurang bisa menghayati peran, atau karena pemilihan pemain itu yang tidak sesuai dengan bayangan pembaca, atau adanya tambahan pemain yang tidak pernah ada di buku aslinya.
#Yang terakhir ini bikin sebel orang yang pernah baca bukunya lho. Kalau belum pernah baca sih biasanya no complain. :)

Nah, balik lagi ke film Habibie-Ainun. Ada faktor yang bikin saya "kurang" pengen nonton, yaitu karena Bu Ainun diperankan oleh BCL!
#No offense ya buat fans nya BCL. Ini murni subjektifitas saya.

Perasaan ini sama seperti ketika Aisyah "Ayat-Ayat Cinta" diperankan oleh Rianti Cartwright, hanya karena matanya yang indah saat menggunakan cadar. Atau Fahri AAC yang diperankan oleh Fedi Nuril, entah karena apa.
#No offense juga buat fans nya RC dan FN.

Kalau saya boleh membandingkan, antara film AAC dan KCB, saya lebih suka KCB meskipun aktor dan aktrisnya tidak se-terkenal dan se-tenar aktor dan aktris di AAC. ^_^
#Ini masalah selera, ya...

Nah, karena Kanda sudah beberapa kali "kecolongan" bilang pengen nonton Habibie-Ainun, jadi saya ikut saja. Walau dalam hati berharap BCL tidak muncul di film itu. Hehehe #Plak!

Maka berangkatlah kami ke Botani Square Bogor...

Di pintu XXI Boker ternyata sudah penuh orang-orang, ramai sekali. Padahal pintu XXI belum dibuka. Alhasil, saya yang setengah hati pun mulai jengah, sedang Kanda terlihat agak gelisah karena melihat kerumunan antrian yang ramai itu.

Ketika pintu dibuka, wuush, orang-orang langsung masuk menuju loket. Huwaaa.. Dengan orang sebanyak itu, entah sampai jam berapa mengantri, dan entah kami dapat penayangan jam berapa, sedangkan kami masih ada janji dengan teman di Sempur untuk persiapan besoknya.

Sepertinya Kanda langsung menangkap sinyal-sinyal ketidaknyamanan saya, dan akhirnya beliau berkata pelan, "Ya sudah, lain kali jak dek. Adek pun nampaknye kurang antusias. Kite ke rumah Artum jak yuk!"

Jedeeer!!

Saya langsung tidak nyaman hati. Berkali-kali saya katakan bahwa kami sudah terlanjur datang jauh-jauh dari kontrakan di daerah kabupaten ke Boker hanya untuk nonton, jadi sebaiknya nonton saja, meskipun entah dapat jam berapa dan sampai jam berapa antrinya. Tapi Kanda tetap berkata untuk segera beranjak dari situ, dan antrian pun setiap detik semakin padat.

Lalu saya berkata, "Kite beli bukunye jak dulu yuk, Da.. Adek be malas liat akting BCL.."
Dan Kanda pun mengiyakan. Walau terlihat agak lemas. Sinar antusias di matanya meredup.

Kami pun turun ke lantai dasar, masuk ke Gramedia, melihat-lihat beberapa buku lain sambil memegang buku Habibie-Ainun yang terpajang di dekat kasir. Akhirnya saya mengantri di kasir, dan, yak! Kepemilikan buku tersebut pun pindah ke tangan kami.
Buku Habibie&Ainun yang kami beli

Berkali-kali saya meminta maaf kepada Kanda karena tidak mengatakan pikiran saya dari awal. Meskipun saya tahu Kanda memaafkan saya, tapi rasa bersalah tetap terasa di hati. Sedih...

Saya tahu perasaan tidak-kesampaian-mendapatkan-sesuatu-yang-diinginkan. Seperti sedikit lagi minum air dari ketika akan buka puasa, tapi ternyata air di gelas tumpah habis diserap tanah.

Ahh... Jahat sekali saya ini..

Dengan tulisan ini, semoga saya ingat untuk bisa lebih mengerti perasaan dan keinginan suami, seperti Bu Ainun kepada Pa Habibie..
:'(

PS: Maaf, Kanda...